Setelah perjalanan empat belas jam menggunakan kereta api dari Yogyakarta, pada tanggal 10 September 2019 delapan orang mahasiswa Princeton University (USA ) menapakkan kaki di Banyuwangi bersama 3 orang pendampingnya. Mahasiswa-mahasiswa Amerika ini merupakan mahasiswa baru yang mengikuti gap year program dari Princeton University. Dalam kegiatan gap year kali ini, selama sembilan bulan mereka akan mempelajari lingkungan, sosial, dan budaya yang ada di Indonesia. Program ini difasilitasi oleh Where There Be Dragons, dan selama di Banyuwangi mereka berkegiatan bersama BISA Indonesia untuk belajar tentang kebudayaan dan konservasi di Banyuwangi yang merupakan salah satu site program BISA Indonesia. Lokasi-lokasi yang dikunjungi di Banyuwangi adalah Bangsring Underwater, Desa Kemiren dengan Suku/ Budaya Osing, Erek-Erek Jungle Park, engkel Kreatif Desa Badean, Blue Fire Kawah Ijen, TN Alas Purwo, dan TN Baluran.
Belajar Ekosistem Laut di Bangsring Underwater
Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Bangsring Underwater, peserta diajak ke Rumah Apung “Bunder” sebutan untuk Bangsring Underwater yang merupakan salah satu lokasi dampingan BISA Indonesia. Disini peserta diajak dan didampingi para guide lokal untuk snorkeling mengitari rumah apung. Mereka diajak mengamati keragaman ikan-ikan karang, dibawa ke tempat konservasi terumbu karang, dan melihat tempat pemijahan ikan buatan di sekitaran rumah apung. Mereka sangat antusias belajar sekaligus praktek langsung mengamati biota laut ini. “Aku melihat banyak sekali ikan karang, aku berenang di sekitaran mereka, aku berenang dengan hiu sirip hitam kecil dan aku melihat banyak karang di bawahnya. Karang itu tampak indah. Aku harap ini akan terus lestari” ungkap Jacquline, salahsatu mahasiswa Princeton yang ikut program ini. Ikan karang hidup hingga saat ini masih menjadi salah satu komoditas yang sangat diminati di pasar internasional. Reef Check memberi catatan, merujuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.50/2017 menyebut bahwa 72,7% dari stok ikan karang Indonesia berada pada status fully dan over exploited. Sehingga menjadi salah satu bintang utama ekspor dari berbagai negara ke negara tujuan utama seperti Hong Kong dan Tiongkok. Akibat tingginya permintaan, komoditas tersebut dinilai sebagai produk unggulan dan menguntungkan bagi pengusaha perikanan (Mongabay, 2018).
Setelah mengenal ikan dan keragaman laut disekitar Rumah Apung , hari berikutnya peserta mengunjungi Pulau Tabuhan. Peserta dan pendamping BISA Indonesia berinisiatif melakukan bersih pantai. Pulau Tabuhan adalah pulau tak berpenghuni terletak diantara Pulau Jawa dan Bali, namun bukan berarti pulau ini terhindar dari persoalan sampah. Selain menawarkan keindahan panoramanya, pulau ini juga menawarkan pesona sampahnya. Sebagian sampah ini berasal dari wisatawan da sebagian besar lainnya merupakan sampah laut yang terdampar ke pulau. Sampah ini tidak hanya mengganggu keindahan pulau, namun juga mengganggu fungsi ekologis dan rantai makanan yang ada di pulau ini. Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga kelestarian pulau ini.
Selama berada di Bangsring Underwater, peserta juga berkesempatan belajar dengan nelayan setempat dalam mencari ikan yang berkelanjutan. Pada kesempatan ini, nelayan mengajarkan tentang cara penangkapan ikan tradisional menggunakan jaring insang, dan tongkat. Selain itu peserta diajak mengenal dunia konservasi terumbu karang dengan membuat transplantasi karang. Selain mengenalkan proses transplantasi, kegiatan transplantasi ini juga diajarkan kepada pengunjung dalam bentuk paket belajar. Kegiatan di Bangsring Underwater ditutup dengan pemaparan ketua kelompok nelayan dalam pengembangkan kawasan wisata alam Bangsring.
Belajar Ekosistem Savana di Taman Nasional Baluran
Setelah belajar di Bangsring Underwater, BISA Indonesia mengajak peserta mengenal dunia alam liar di savana TN Baluran. Berbeda dengan sebelumnya yang lebih belajar dunia laut dan bawah air. Peserta diajarkan tentang dunia biodiversitas, kekayaan flora dan fauna terestrial di Indonesia, ekosistem daratan Jawa, serta hewan-hewan langka dan dilindungi disana. Para peserta cukup antusias menikmati suasana di TN Baluran. Mereka mengamati banteng, merak, biawak, kera, dan binatang lain di dalam kawasan. Kegiatan pengamatan sederhana ini sangat menarik bagi peserta karena jenis ekosistem dan flora fauna yang ada di TN Baluran berbeda dengan daerah mereka tinggal. Sehingga mereka mendapatkan pengalaman baru dengan melihat keragaman hayati di TN Baluran.
Belajar Budaya Osing Desa Kemiren
Setelah puas belajar lingkungan, ekosistem, dan biodiversitas, saatnya peserta mengenal budaya dan karakterisitik sosial masyarakat Indonesia. Salah satu yang ada di Banyuwangi adalah budaya suku Osing. Suku Osing merupakan salah satu suku asli di lereng Gunung Ijen. Komunitas masyarakat terbesarnya terdapat di Desa Kemiren. Di Desa ini peserta tinggal di rumah warga dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Dengan cara ini peserta menjadi lebih dekat dengan masyarakat untuk belajar budaya yang ada di desa tersebut. Peserta mengikuti kegiatan sehari-hari kesawah atau ladang, belajar budaya seperti upacara adat, pakaian adat, tarian, nyanyian, dan bahasa setempat. Bahkan peserta berkesempatan menyantap tumpeng “pecel pithik” khas Suku Osing. Peserta menetap di desa ini selama tiga hari. Para peserta sangat senang sekaligus tertantang karena harus menjalani budaya nusantara yang sangat berbeda dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan kegiatan ini mereka jadi lebih mandiri dan lebih menghargai perbedaan budaya satu dengan yang lainnya.
Belajar Ekosistem Hutan Tropis di Erek-Erek Jungle Park dan Menikmati Blue Fire Kawah Ijen
Kawah Ijen ditempuh sekitar satu jam dari Desa Kemiren. Blue Fire Kawah Ijen sangat terkenal sampai ke mancanegara, hal ini dibuktikan dengan permintaan langsung dari peserta sejak masih berada di Amerika untuk mengunjungi salah satu objek wisata alam ini. Pendakian berjalan dengan lancar dan peserta menikmati langsung salah satu keajaiban alam yang ada di Banyuwangi ini dengan sangat takjub. Menikmati Kawah Ijen tidak lengkap tanpa belajar ekosistem khas pegunungan jawa yang ada di Ijen. Karena itu, sembari perjalanan turun dari kawah Ijen, peserta berkunjung di Erek-Erek Jungle Park untuk belajar dan mengenal hutan tropis dan satwa endemik lereng Gunung Ijen. Erek-erek Jungle Park merupakan salah satu dampingan BISA indonesia, yang mana kelompok masyarakat yang diketuai Samsuri ini mengelola site ini untuk tujuan wisata alam dan wisata edukasi yang berkelanjutan. Selain menawarkan panorama hutan tropis pegunungan Jawa, disini juga dapat ditemui berbagai jenis satwa liar baik burung, primata, mamalia, dan lain sebagainya.
Belajar Pengolahan Sampah di Desa Badean
Bengkel Kreatif yang terletak di Desa Badean menjadi tujuan berikutnya bagi para peserta dari Amerika ini. Disini peserta belajar tentang kreativitas pengolahan sampah menjadi kerajinan yang dipaparkan oleh Bengkel Kreatif dan siswa MA Badean. Peserta dikenalkan dengan kegiatan memanfaatkan kertas bekas. Kertas bekas ini kemudian disulap menjadi beragam bentuk benda seperti piring, mangkok, vas, tas, gantungan kunci, dll. Peserta juga mempraktekkan langsung cara mengolah sampah menjadi barang siap pakai kembali. Dari kegiatan di Desa Badean ini, peserta semakin memahami bahaya sampah yang semakin mengancam bumi dan bagaimana mereka harus menyikapinya. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan penyadartahuan kepada masyarakat sejak dini seperti yang dilakukan Bengkel Kreatif kepada siswa sekolah di MA Badean. Selain itu penting untuk mengurangi sampah dengan memakai barang secara berulang kali (tidak sekali pakai) dan melakukan daur ulang sampah. Bahkan daur ulang sampah ini dapat menjadi salah satu alternatif ekonomi bagi masyarakat jika dikelola dengan tepat.
Belajar di Taman Nasional Alas Purwo
Perjalan terakhir peserta belajar budaya dan konservasi di Banyuwangi ditutup dengan kunjungan ke Taman Nasional Alas Purwo. Kawasan bersejarah ini merupakan kawasan hutan perawan pesisir Pulau Jawa yang menawarkan beragam kekayaan yang layak untuk dipelajari. Peserta mempelajari jenis-jenis flora fauna khas di Alas Purwo seperti mahoni, akar rotan, merak, banteng, elang, bangau, dan lain sebagainya yang mereka temui saat menjelajah hutan. Selain ekosistem hutan, peserta juga mengamati biota laut pesisir seperti bintang laut, siput laut, dan lili laut di daerah Pancur. Peserta juga dikenalkan tentang peranan hutan bagi masyarakat yang dibawakan oleh ARUPA salah satu LSM yang bergerak di Banyuwangi untuk mendampingi masyarakat. Peserta cukup antusias dalam diskusi karena selain melihat langsung hutannya, mereka juga dapat belajar banyak terkait pengelolaannya.
Perjalanan di Alas Purwo diakhiri dengan kegiatan utama yaitu mengunjungi kawasan penetasan telur Ngagelan. Alas Purwo merupakan salah satu tempat mendarat penyu untuk bertelur. Beberapa jenis penyu seoerti penyu sisik, penyu lekang, dan penyu belimbing tercatat bertelur di kawasan ini. Untuk mengamankan telur dari ancaman perburuan baik predator alami maupun manusia, telur diamankan di resort Ngagelan ini. Penyu merupakan fauna identitas Banyuwangi, hal ini pula yang membuat jenis ini menjadi prioritas masyarakat Banyuwangi untuk dilestarikan. Selain untuk pelestarian, resort ini juga difungsikan sebagai kawasan edukasi masyarakat agar masyarakat lebih mengenal penyu.
Setelah 10 hari perjalanan, akhirnya kegiatan belajar mahasiswa Princeton University bersama BISA Indonesia di Banyuwangi berakhir. Tentu saja peserta masih akan kembali melanjutkan “belajar Indonesia”nya di Yogyakarta. Semoga Banyuwangi yang merupakan salah satu kabupaten yang sangat kaya akan keragaman budaya dan keragaman hayatinya dapat menjadi salah satu sumber inspirasi mereka untuk lebih menghargai kekayaan dunia, kekayaan akan perbedaan budaya dan kesamaan akan satu bumi dalam mengarungi kehidupan.